ALIRAN
PSIKOLINGUISTIK
TUGAS
diajukan untuk memenuhi
tugas perkuliahan
Pengantar
Psikolinguistik
yang dibina oleh Dra. Elya
Ratna, M.Pd.

Oleh:
Deta
Fitrianita
NIM
2013/1300820
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
ALIRAN
PSIKOLINGUISTIK
A.
Aliran
Behaviorisme
Maksan (1993:11) menjelaskan bahwa aliran
behaviorisme beranggapan bahwa kebenaran itu datangnya daari lingkungan atau
dalam sekitar manusia. Alam sekitar atau lingkungan itulah yang mempunyai
peranan yang dominan dalam diri manusia. Manusia sendiri seolah-olah merupakan
mesin yang merekam apa-apa yang diberikan oleh lingkungannya itu. Begitu juga
halnya dengan belajar bahasa.
Belajar menurut aliran behaviorisme adalah suatu
proses yang mengharapkan agar pengalaman atau latihan yang dilakukannya
menghasilkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu diharapkan
bersifat relatif tetap. Oleh karena itu, belajar bahasa atau pembelajaran
bahasa ialah perilaku atau ganjaran yang direkam oleh otak seorang pembelajar.
Hadiah-hadiah atau ganjaran itu dapat saja berupa senyuman, tertawa manis,
kecupan sayang, diberi susu, dan lan sebagainya (jika bagi anak-anak) dan ganjaran-ganjaran
yang sesuai dengan tingkatan umurnya masing-masing bagi anak-anak atau bahkan
bagi orang dewasa.
Otak bayi yang baru lahir merupakan kertas kosong
yang belum berisi apa-apa. Hal ini bertolak dari pendapat seperti berikut ini.
Pertama, manusia tidak dapat mengetahui segala sesuatunya itu tanpa pengamatan
secara indrawi. Hanya apa yang dilihat, didengar, dicium, diraba, dan
dirasakannya saja yang dapat dihayati oleh manusia. Kedua, bahwa pengetahuan
manusia tidak dapat menjangkau segala sesuatu yang berada di luar apa yang
dialami dan diamatinya. Atau dengan kata lain, pengetahuan manusia itu hanya
sebatas apa yang dialami dan diamatinya saja. Ketiga, semua pengetahuan dalam
kebahasaan adalah integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati
seseorang itu saja. Terakhir, bahwa bahasa adalah sekumpulan tabiat yang telah
dituliskan pada tabula rasa seorang anak (Maksan, 1993:12).
Maksan (1993:12) mengemukakan bahwa aliran
behaviorisme menganggap bahasa adalah sekumpulan tabiat-tabiat. Kumpulan dari
tabiat-tabiat itulah yang dituliskan di atas kertas tabula rasa otak seorang
pembelajar. Namun, teori behaviorisme ini tidak dapat menerangkan secara lebih
meyakinkan bagaimana bahasa manusia itu bersifat kreatif. Seperti diketahui
bahwa mnauis itu bersifat kreatf, dalam arti bahwa berbahasa bukan hanya
sekedar mengucapkan bahan-bahan ulangan dari apa yang sudah direkam sebelumnya.
Setiap kalimat yang diucapkan seseorang pada hakikatnya merupakan kalimat yang
baru. Kalimat itu belum pernah didengar maupun diucapkannya sebelumnya. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa teori behaviorisme tidak mampu untuk
menjelaskan secara meyakinkan bagaimana seseorang itu menguasai bahasanya
(dalam hal ini pemerolehan bahasa).
Chaer (2009: 222-223) mengemukakan bahwa kaum
behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari
luar diri seorang anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui
lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum
behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu
wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan.
Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku, diantara perilaku
manusia-manusia lainnya.oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal behavior), agar
tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.
Menururt kaum behavioris kemampuan berbicara dan
memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak
dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki
peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Kaum
behavioris bukan hanya tidak mengakui peranan aktif anak dalam proses
pemerolehan bahasa, mereka juga tidak mengakui kematangan anak itu. Proses
perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan
oleh lingkungannya.
Kaum behavioris tidak mengakui pendangan bahwa anak
menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakkan ciri-ciri
penting dari bahasa di lingkungannya. Mereka berpendapat rangsangan (stimulus)
dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan
bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang
berlaku secara acak sampai ke kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi
melalui prinsip pertalian (S-R) (stimulus-respons) dan proses
peniruan-peniruan.
B.
Aliran
Rasionalisme
Aliran rasionalisme berasal dari kata rasio yang
berarti pikiran, mendasarkan teorinya kepada pikiran manusia. Pikiran atau otak
manusialah yang menentukan segala sesuatu untuk masa depan hidup manusia itu
sendiri. Aliran rasionalisme sangat bertentangna dengan aliran behaviorisme.
Aliran rasionalisme melihat bahwa manusia dengan otak mampu menguasai bahasa.
Otak manusia tidak berupa ketas putih bersih atau tabulus rasa. Otak anak yang
baru lahir ke dunia ini telah berisi sesuatu alat yang dapat dipergunakan untuk
pemerolehan bahasa (Maksan, 1993:12).
Maksan (1993:12) mengemukakan sehubungan dengan alat
yang dibawa anak sejak lahir itu, aliran ini dibagi menjadi dua macam. Pertama,
aliran yang menyatakan bahwa semua kemampuannya (seperti kemampuan berbahasa,
kemampuan matematika, kemampuan kesenia, dan seluruh kemampuan manusia). Kedua,
menyatakan bahwa alat yang dibawa sejak lahir itu bukan untuk mengolah semua
kemampuan anak, melainkan hanya kemampuan berbahasa saja. Karena perbedaan itu,
maka aliran rasionalisme terbagi menjadi dua aliran, yaitu aliran kognitivisme
dan aliran nativisme.
1. Aliran
Kognitivisme
Tarigan (1984:139-140) menjelaskan bahwa dalam dunia
bahasa, psikologi kognitif sungguh-sungguh beranggapan bahwa striktur-struktur
serta proses-proses linguistik yang abstrak tersebut mendasari produksi dan
komprehensi ucapan-ucapan. Hipotesis-hipotesis yang dimajukan oleh para
psikolinguistik kognitif selalu beranggapan bahwa ada prinsip-prinsip yang
mendasari organisasi linguistik yang dipergunakan oleh pemakai bahasa sebagai
alat untuk menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan linguistiknya. Jadi,
persepsi serta komprehensi para pemakai bahasa terhadap ucapan-ucapan dianggap
sebagai hasil dari suatu interaksi yang rumit antara peristiwa-peristiwa yang
ekstern dan intern.
Menurut maksan (1993:13) aliran kognitivisme
berdasarkan pada perkembangan kognitif anak. Bahasa itu diperoleh oleh anak
berdasarkan perkembangan kognitifnya. Bila seorang anak perkembangan
kognitifnya maju dengan lancar dan normal, maka pemerolehan bahasa dan
pemerolehan kemampuan lainny juga akan normal. Pemerolehan bahasa yang
berdasarkan perkembangan kognitif dipelopori oleh Jean Piaget dan dinamakan
aliran kognitivisme. Menurut Pieget (dalam Maksan, 1993:13-14) pemerolehan
bahasa seorang anak tergantung kepada perkembangan kognitif anak. Perkembangan
kognitif dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
a. Masa
sensori motor, adalah masa yang berlangsung sejak anak lahir sampai berumur dua
tahun. Dalam psikolinguistik penulisan umur anak dibuat biasanya dengan 2;0
yang berarti bahwa dua tahun nol bulan.
b. Masa
Praoperasi, adalah masa yang berlangsung dari umur 2;0 sampai dengan 7;0.
c. Masa
Operasi Konkret, adalah masa yang berlangsung dari usia 7;0 sampai dengan anak
usia 12;0.
d. Masa
Operasi Normal, adalam masa yang berlangsung mulai umur 12 tahun sampai ke
atas. Masa ini berlangsung diperkirakan sampai masa adolesen (sekitar dua puluh
tahun).
Piaget (dalam Chaer, 2009: 223) berpendapat bahwa
bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, malainkan salah satu
diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa
distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan
yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urut-urutan
perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.
Hubungan antara perkembangan kognitif dan
perkembagan bahasa pada anak dapat kita lihat dari keterangan Piaget mengenai
tahap paling awal dari perkembangan intelektual anak. Tahap perkembangan dari
lahir sampai usia 18 bulan oleh Piaget disebut sebagai tahap “sensori motor”.
Pada tahap ini dianggap belum ada bahasa karena anak belum menggunakan
lambang-lambang untuk menunjuk pada benda-benda di sekitarnya. Anak pada tahap
ini memahami dunia melalui alat indranya (sensory) dan gerak kegiatan yang
dilakukannya (motor). Anak hanya mengenal benda jika benda itu dialaminya
secara langsung. Begitu bend itu hilang dari penglihatannya maka benda itu
dianggap tidak ada lagi. Menjelang akhir usia satu tahun barulah anak itu dapat
menangkap bahwa objek itu tetap ada (permanen), meskipun sedang tidak dilihatnya.
Sedang dilihat atau tidak benda itu tetap ada sebagai benda yang memiliki sifat
permanen (Chaer, 2009: 224).
Sesudah mengerti kepremanenan objek, anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan objek yang tidak lagi hadir di
hadapannya. Simbol ini kemudian menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
Jadi, menurut pandangan kognitivisme perkembangan kognitif baru tercapai lebih
dahulu, dan baru kemudian pengetahuan itu dapat keluar dalam bantuk
keterampilan berbahasa (Chaer, 2009: 224).
2. Aliran
Nativisme
Maksan (1993:16) menjelaskan bahwa aliran nativisme
dipelopori oleh Naom Chomsky. Meskipun Naom Chomsky secara eksplisit tidak
pernah mengeluarkan teorinya itu untuk psikolinguistik. Namun, secara implisit
ahli-ahli bahasa menerima teorinya itu sebagai teori pemerolehan bahasa. Teori
yang dikemukakan Chomsky itu disebutnya dengan Innateness Hypothesis atau Hipotesis
Nurani. Innateness Hypothesis yang disebut juga dengan LAD (Language Acquisition Device) terdiri atas tiga hal sebagai
berikut.
a. Substantive Universal
atau kesemestaan substansi adalah kesemestaan hal-hal yang pokok (substansi)
ada dalam setiap bahasa. Bahasa apapun pasti mempunyai kalimat, frasa, kata,
dan lain-lain. hal-hal inilah yang disebut dengan substansi bahasa yang
bersifat uviversal atau ada dalam semua bahasa.
b. Formal Universal
atau kesemestaan formal, maksudnya adalah setiap bahasa di dunia psti mempunyai
aturan-aturan formal yang menyusun bahasa itu. Ada bagian-bagian yang harus
mengikuti bagian lain, di samping itu ada pula bagian yang harus mendahului
bagian lain, dan lain-lain sebagainya. Aturan-aturan inilh yang disebut dengan
kesemestaan formal itu.
c. Constructive Universal atau
kesemestaan konstruktif, maksudnya adalah hasil konstruktif kesemstaan formal
itu digunakan kesemestaan konstruksi. Semua bentuk-bentuk konstruksi bahasa itu
merupakan hasil dari kesemestaan substansi di atas melalui formal universal yang menghasilkan constructive universal.
Chaer (2009: 222) menjelaskan nativisme berpendapat
bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, anak-anak (manusia) sedikit
demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah
diprogramkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya pengaruh dalam
pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis,
sejalan dengan disebut “hipotesis pemberian alam”. Kaum nativis berpendapat
bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari
dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan”. Jadi, pasti ada beberapa
aspek penting mngenai sistem bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah.
Chomsky (dalam Chaer, 2009: 222) melihat bahasa itu
bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan sesalahan dan penyimpangan
kaidah pada pengucapan dan pelaksanaan bahasa. Manusia tidaklah mungkin belajar
bahasa pertama dari orang lain. selama belajar mereka menggunakan
prinsip-prinsip yang membimbingknya menyusun tata bahasa. Menurut Chomsky
bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin bisa menguasai
bahas amanusia. Pendapat Chomsky ini berdasarkan pada asumsi berikut.
a. Perilaku
berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), pola perkembangan bahasa
adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (merupakan sesuatu yang
universal), dan lingkungan hanya memiliki eranan kecil di dalam proses
pematangan bahasa.
b. Bahasa
dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah bisa
berbicara mirip dengan orang dewasa.
c. Lingkungan
bahasa anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa
yang rumit dari orang dewasa.
Referensi:
Chaer, Abdul.
2009. Psikolinguistik: Kajian Teorik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Maksan,
Marjusman. 1993. Psikolinguistik.
Padang: IKIP Padang Press.
Tarigan, Henry
Guntur. 1984. Psikolinguistik.
Bandung: Angkasa.
Online casino mobile app - KongPintar
BalasHapusPlay with a mobile device and have fun at the online casino! We will help kadangpintar you 1xbet choose the 인카지노 best mobile casino experience.