Selasa, 10 Januari 2017

Makalah Aliran Psikolinguistik



ALIRAN PSIKOLINGUISTIK

TUGAS
diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan
Pengantar Psikolinguistik
yang dibina oleh Dra. Elya Ratna, M.Pd.



Description: Description: Description: logo.jpg


Oleh:
Deta Fitrianita
NIM 2013/1300820








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016

ALIRAN PSIKOLINGUISTIK

A.    Aliran Behaviorisme
Maksan (1993:11) menjelaskan bahwa aliran behaviorisme beranggapan bahwa kebenaran itu datangnya daari lingkungan atau dalam sekitar manusia. Alam sekitar atau lingkungan itulah yang mempunyai peranan yang dominan dalam diri manusia. Manusia sendiri seolah-olah merupakan mesin yang merekam apa-apa yang diberikan oleh lingkungannya itu. Begitu juga halnya dengan belajar bahasa.
Belajar menurut aliran behaviorisme adalah suatu proses yang mengharapkan agar pengalaman atau latihan yang dilakukannya menghasilkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu diharapkan bersifat relatif tetap. Oleh karena itu, belajar bahasa atau pembelajaran bahasa ialah perilaku atau ganjaran yang direkam oleh otak seorang pembelajar. Hadiah-hadiah atau ganjaran itu dapat saja berupa senyuman, tertawa manis, kecupan sayang, diberi susu, dan lan sebagainya (jika bagi anak-anak) dan ganjaran-ganjaran yang sesuai dengan tingkatan umurnya masing-masing bagi anak-anak atau bahkan bagi orang dewasa.
Otak bayi yang baru lahir merupakan kertas kosong yang belum berisi apa-apa. Hal ini bertolak dari pendapat seperti berikut ini. Pertama, manusia tidak dapat mengetahui segala sesuatunya itu tanpa pengamatan secara indrawi. Hanya apa yang dilihat, didengar, dicium, diraba, dan dirasakannya saja yang dapat dihayati oleh manusia. Kedua, bahwa pengetahuan manusia tidak dapat menjangkau segala sesuatu yang berada di luar apa yang dialami dan diamatinya. Atau dengan kata lain, pengetahuan manusia itu hanya sebatas apa yang dialami dan diamatinya saja. Ketiga, semua pengetahuan dalam kebahasaan adalah integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati seseorang itu saja. Terakhir, bahwa bahasa adalah sekumpulan tabiat yang telah dituliskan pada tabula rasa seorang anak (Maksan, 1993:12).
Maksan (1993:12) mengemukakan bahwa aliran behaviorisme menganggap bahasa adalah sekumpulan tabiat-tabiat. Kumpulan dari tabiat-tabiat itulah yang dituliskan di atas kertas tabula rasa otak seorang pembelajar. Namun, teori behaviorisme ini tidak dapat menerangkan secara lebih meyakinkan bagaimana bahasa manusia itu bersifat kreatif. Seperti diketahui bahwa mnauis itu bersifat kreatf, dalam arti bahwa berbahasa bukan hanya sekedar mengucapkan bahan-bahan ulangan dari apa yang sudah direkam sebelumnya. Setiap kalimat yang diucapkan seseorang pada hakikatnya merupakan kalimat yang baru. Kalimat itu belum pernah didengar maupun diucapkannya sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori behaviorisme tidak mampu untuk menjelaskan secara meyakinkan bagaimana seseorang itu menguasai bahasanya (dalam hal ini pemerolehan bahasa).
Chaer (2009: 222-223) mengemukakan bahwa kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri seorang anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi  kaum behavioris dianggap kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku, diantara perilaku manusia-manusia lainnya.oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal (verbal behavior), agar tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.
Menururt kaum behavioris kemampuan berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Kaum behavioris bukan hanya tidak mengakui peranan aktif anak dalam proses pemerolehan bahasa, mereka juga tidak mengakui kematangan anak itu. Proses perkembangan bahasa terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungannya.
Kaum behavioris tidak mengakui pendangan bahwa anak menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemampuan untuk mengabstrakkan ciri-ciri penting dari bahasa di lingkungannya. Mereka berpendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemampuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai ke kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi melalui prinsip pertalian (S-R) (stimulus-respons) dan proses peniruan-peniruan.

B.     Aliran Rasionalisme
Aliran rasionalisme berasal dari kata rasio yang berarti pikiran, mendasarkan teorinya kepada pikiran manusia. Pikiran atau otak manusialah yang menentukan segala sesuatu untuk masa depan hidup manusia itu sendiri. Aliran rasionalisme sangat bertentangna dengan aliran behaviorisme. Aliran rasionalisme melihat bahwa manusia dengan otak mampu menguasai bahasa. Otak manusia tidak berupa ketas putih bersih atau tabulus rasa. Otak anak yang baru lahir ke dunia ini telah berisi sesuatu alat yang dapat dipergunakan untuk pemerolehan bahasa (Maksan, 1993:12).
Maksan (1993:12) mengemukakan sehubungan dengan alat yang dibawa anak sejak lahir itu, aliran ini dibagi menjadi dua macam. Pertama, aliran yang menyatakan bahwa semua kemampuannya (seperti kemampuan berbahasa, kemampuan matematika, kemampuan kesenia, dan seluruh kemampuan manusia). Kedua, menyatakan bahwa alat yang dibawa sejak lahir itu bukan untuk mengolah semua kemampuan anak, melainkan hanya kemampuan berbahasa saja. Karena perbedaan itu, maka aliran rasionalisme terbagi menjadi dua aliran, yaitu aliran kognitivisme dan aliran nativisme.
1.      Aliran Kognitivisme
Tarigan (1984:139-140) menjelaskan bahwa dalam dunia bahasa, psikologi kognitif sungguh-sungguh beranggapan bahwa striktur-struktur serta proses-proses linguistik yang abstrak tersebut mendasari produksi dan komprehensi ucapan-ucapan. Hipotesis-hipotesis yang dimajukan oleh para psikolinguistik kognitif selalu beranggapan bahwa ada prinsip-prinsip yang mendasari organisasi linguistik yang dipergunakan oleh pemakai bahasa sebagai alat untuk menafsirkan serta mengoperasikan lingkungan linguistiknya. Jadi, persepsi serta komprehensi para pemakai bahasa terhadap ucapan-ucapan dianggap sebagai hasil dari suatu interaksi yang rumit antara peristiwa-peristiwa yang ekstern dan intern.
Menurut maksan (1993:13) aliran kognitivisme berdasarkan pada perkembangan kognitif anak. Bahasa itu diperoleh oleh anak berdasarkan perkembangan kognitifnya. Bila seorang anak perkembangan kognitifnya maju dengan lancar dan normal, maka pemerolehan bahasa dan pemerolehan kemampuan lainny juga akan normal. Pemerolehan bahasa yang berdasarkan perkembangan kognitif dipelopori oleh Jean Piaget dan dinamakan aliran kognitivisme. Menurut Pieget (dalam Maksan, 1993:13-14) pemerolehan bahasa seorang anak tergantung kepada perkembangan kognitif anak. Perkembangan kognitif dibagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
a.       Masa sensori motor, adalah masa yang berlangsung sejak anak lahir sampai berumur dua tahun. Dalam psikolinguistik penulisan umur anak dibuat biasanya dengan 2;0 yang berarti bahwa dua tahun nol bulan.
b.      Masa Praoperasi, adalah masa yang berlangsung dari umur 2;0 sampai dengan 7;0.
c.       Masa Operasi Konkret, adalah masa yang berlangsung dari usia 7;0 sampai dengan anak usia 12;0.
d.      Masa Operasi Normal, adalam masa yang berlangsung mulai umur 12 tahun sampai ke atas. Masa ini berlangsung diperkirakan sampai masa adolesen (sekitar dua puluh tahun).
Piaget (dalam Chaer, 2009: 223) berpendapat bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, malainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.
Hubungan antara perkembangan kognitif dan perkembagan bahasa pada anak dapat kita lihat dari keterangan Piaget mengenai tahap paling awal dari perkembangan intelektual anak. Tahap perkembangan dari lahir sampai usia 18 bulan oleh Piaget disebut sebagai tahap “sensori motor”. Pada tahap ini dianggap belum ada bahasa karena anak belum menggunakan lambang-lambang untuk menunjuk pada benda-benda di sekitarnya. Anak pada tahap ini memahami dunia melalui alat indranya (sensory) dan gerak kegiatan yang dilakukannya (motor). Anak hanya mengenal benda jika benda itu dialaminya secara langsung. Begitu bend itu hilang dari penglihatannya maka benda itu dianggap tidak ada lagi. Menjelang akhir usia satu tahun barulah anak itu dapat menangkap bahwa objek itu tetap ada (permanen), meskipun sedang tidak dilihatnya. Sedang dilihat atau tidak benda itu tetap ada sebagai benda yang memiliki sifat permanen (Chaer, 2009: 224).
Sesudah mengerti kepremanenan objek, anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan objek yang tidak lagi hadir di hadapannya. Simbol ini kemudian menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak. Jadi, menurut pandangan kognitivisme perkembangan kognitif baru tercapai lebih dahulu, dan baru kemudian pengetahuan itu dapat keluar dalam bantuk keterampilan berbahasa (Chaer, 2009: 224).

2.      Aliran Nativisme
Maksan (1993:16) menjelaskan bahwa aliran nativisme dipelopori oleh Naom Chomsky. Meskipun Naom Chomsky secara eksplisit tidak pernah mengeluarkan teorinya itu untuk psikolinguistik. Namun, secara implisit ahli-ahli bahasa menerima teorinya itu sebagai teori pemerolehan bahasa. Teori yang dikemukakan Chomsky itu disebutnya dengan Innateness Hypothesis atau Hipotesis Nurani. Innateness Hypothesis yang disebut juga dengan LAD (Language Acquisition Device) terdiri atas tiga hal sebagai berikut.
a.       Substantive Universal atau kesemestaan substansi adalah kesemestaan hal-hal yang pokok (substansi) ada dalam setiap bahasa. Bahasa apapun pasti mempunyai kalimat, frasa, kata, dan lain-lain. hal-hal inilah yang disebut dengan substansi bahasa yang bersifat uviversal atau ada dalam semua bahasa.
b.      Formal Universal atau kesemestaan formal, maksudnya adalah setiap bahasa di dunia psti mempunyai aturan-aturan formal yang menyusun bahasa itu. Ada bagian-bagian yang harus mengikuti bagian lain, di samping itu ada pula bagian yang harus mendahului bagian lain, dan lain-lain sebagainya. Aturan-aturan inilh yang disebut dengan kesemestaan formal itu.
c.       Constructive Universal atau kesemestaan konstruktif, maksudnya adalah hasil konstruktif kesemstaan formal itu digunakan kesemestaan konstruksi. Semua bentuk-bentuk konstruksi bahasa itu merupakan hasil dari kesemestaan substansi di atas melalui formal universal yang menghasilkan constructive universal.
Chaer (2009: 222) menjelaskan nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, anak-anak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis, sejalan dengan disebut “hipotesis pemberian alam”. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan”. Jadi, pasti ada beberapa aspek penting mngenai sistem bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah.
Chomsky (dalam Chaer, 2009: 222) melihat bahasa itu bukan hanya kompleks, tetapi juga penuh dengan sesalahan dan penyimpangan kaidah pada pengucapan dan pelaksanaan bahasa. Manusia tidaklah mungkin belajar bahasa pertama dari orang lain. selama belajar mereka menggunakan prinsip-prinsip yang membimbingknya menyusun tata bahasa. Menurut Chomsky bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Binatang tidak mungkin bisa menguasai bahas amanusia. Pendapat Chomsky ini berdasarkan pada asumsi berikut.
a.       Perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), pola perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan hanya memiliki eranan kecil di dalam proses pematangan bahasa.
b.      Bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah bisa berbicara mirip dengan orang dewasa.
c.       Lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.

Referensi:
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teorik. Jakarta: Rineka Cipta.
Maksan, Marjusman. 1993. Psikolinguistik. Padang: IKIP Padang Press.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

1 komentar:

  1. Online casino mobile app - KongPintar
    Play with a mobile device and have fun at the online casino! We will help kadangpintar you 1xbet choose the 인카지노 best mobile casino experience.

    BalasHapus