Selasa, 10 Januari 2017

PENGARUH PERKEMBANGAN KECAKAPAN BAHASA KEDUA TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR DI KALANGAN PELAJAR



PENGARUH PERKEMBANGAN KECAKAPAN BAHASA KEDUA
TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA YANG BAIK
DAN BENAR DI KALANGAN PELAJAR

Deta Fitrianita
FBS Universitas Negeri Padang


 
Abstrak
Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam berkomunikasi, yaitu sebagai alat komunikasi yang paling utama. Bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Penggunaan bahasa yang benar berarti pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku. Sedangkan, kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Anjuran agar kita berbahasa yang baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang mengikuti kaidah bahasa yang berlaku.
Saat ini pengaruh perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan pelajar adalah sesuatu yang bersifat serius. Kendala yang harus dihadapi pelajar untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah karena terlalu sering menggunakan bahasa pertama (bahasa ibu) di dalam berkomunikasi di sekolah tepatnya di dalam kelas. Terkadang, ketika di dalam situasi resmi seseorang atau lebih tepatnya pelajar sering menggunakan bahasa Indonesia yang berdialek bahasa pertama (bahasa ibu) sehingga terdengar seperti bahasa yang Indonesia yang tidak baik. Bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa pertama. Belajar bahasa kedua diartikan sebagai cara seseorang mempelajari sebuah bahasa selain bahasa ibu, baik di dalam maupun di luar ruangan, baik belajar formal maupun belajar informal.

Kata Kunci : pelajar; bahasa Indonesia yang baik; bahasa Indonesia yang benar; bahasa kedua.

A.    Pendahuluan
Tidak semua warga negara Indonesia bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, begitupula dengan kalangan pelajar. Tujuan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah mengajarkan dan menerangkan tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari agar tidak terlalu menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta melestarikannya sebagai warisan bangsa yang merupakan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang sudah ada sejak indonesia mardeka.
Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam berkomunikasi, yaitu sebagai alat komunikasi yang paling utama. Seiring dengan berlalunya waktu, saat ini pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari banyak bergeser oleh pemakaian bahasa Indonesia yang berdialek bahasa pertama (bahasa ibu). Sehubungan dengan itu, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang baik dan benar dapat mempermudah dalam menyampaikan informasi. Sehingga orang terbiasa untuk berkomunikasi secara lebih efektif.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat penting untuk diketahui oleh para pelajar. Hal ini supaya bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan bisa tetap ada dan tetap terjaga dengan baik.
Peggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada dasarnya harus diawali dari rumah yang diajarkan oleh orang tua. Tetapi, untuk lebih khususnya pelajar belajar bahasa yang baik dan benar akan lebih efekrif apabila diajarkan oleh guru di sekolah. Pelajar ketika melihat guru berbahasa Indonesia yang baik dan benar maka dengan sendirinya akan mencontoh gurunya dan akan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Faktor guru sangat menentukan cara berbahasa pelajar. Pelajar cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh gurunya. Ketika guru berbaasa menggunakan bahasa daerah maka pelajar juga akan menggunakan bahasa daerah di dalam kelas. Tetapi, apabila guru menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar maka dengan tidak langsung guru mendorong pelajar untuk berbahasa yang baik dan benar pula.
Penggunaan bahasa Indonesia yang berdialek bahasa pertama (bahasa ibu) yang semakin banyak dikalangan pelajar membuat eksistensi bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi menurun. Oleh karena itu, pengaruh perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan pelajar harus mendapat perhatian.
Pada penulisan makalah ini penulis memfokuskan pembahasan mengenai pengaruh perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan pelajar.

B.     Rumusan Masalah
Pada penulisan makalah ini penulis merumuskan masalah yang ada dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksuddengan  pelajar?
2.      Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
3.      Apa  yang dimaksud dengan bahasa kedua?
4.      Bagaimana pengaruh perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan pelajar?

C.    Pembahasan
1.      Pelajar
Peserta didik atau pelajar adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan informal, pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Siswa atau pelajar merupakan pelajar yang duduk dimeja belajar setrata sekolah dasar maupun menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Pelajar tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dunia pendidikan. Siswa atau pelajar adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselengarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang berilmu pengetahuan, berketrampilan, berpengalaman, berkepribadian, berakhlak mulia, dan mandiri
Siswa adalah organism yang unik yang berkembang sesuai dengan  tahap perkembanganya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Hal yang sama siswa juga dapat dikatakan sebagai sekelompok orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga dapat dikatan sebagai murid atau pelajar, ketika berbicara siswa maka fikiran kita akan tertuju kepada lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah (Jawa pos dalam Khuroidah, 2013:1). Kompas Gramedia (dalam Khuroidah, 2013:2), menjelaskan siswa adalah komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatukomponen pendidikan siswa dapat ditinjau dan berbagi pendekatan antara lain sebagai berikut.
a.       Pendekatan social, siswa adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.
b.      Pendekatan psikologi, siswa adalah suatu organism yang sedang tumbuh dan berkembang.
c.       Pendekatan edukatif, pendekatan pendidikan menempatkan siswa sebagai unsure penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka system pendidikan menyeluruh dan terpadu.
Menurut Naqawi (dalam Khuroidah, 2013:3) kata murid berasal dari bahasa Arab yang artinya orang yang menginginkan (the willer). Menurut Nata (dalam Khuroidah, 2013:3) kata murid diartikan sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai bekal hidupnya agar bahagia dunia dan akhirat dengan jalan belajar sungguh-sungguh. Di samping kata murid dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa Arab, yaitu tilmidz yang berarti murid atau pelajar, jamaknya talamidz. Kata ini merujuk pada murid yang belajar di madrasah. Kata lain yang berkenaan dengan murid adalah thalib, yang artinya pencari ilmu, pelajar, mahasiswa.
Mengacu dari beberapa istilah murid, murid diartikan sebagai orang yang berada dalam taraf pendidikan, yang dalam berbagai literatur murid juga disebut sebagai anak didik. Sedangkan Dalam Undang-undang Pendidikan No.2 Th. 1989, murid disebut peserta didik Muhaimin dkk (dalam Khuroidah, 2013:4). Di dalam hal ini siswa dilihat sebagai seseorang (subjek didik), yang mana nilai kemanusiaan sebagai individu, sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas moral, harus dikembangkan untuk mencapai tingkatan optimal dan kriteria kehidupan sebagai manusia warga negara yang diharapkan. Arifin (dalam Khuroidah, 2013:4) menyebut “murid”, maka yang dimaksud adalah manusia didik sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masing-masing yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal yakni kemampuan fitrahnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pelajar dapat diartikan sebagai seorang yang duduk di meja belajar setrata sekolah dasar maupun menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Pelajar tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dunia pendidikan. Pelajar juga merupakan sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

2.      Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa merupakan alat komunikasi yang umum dalam masyarakat. Bahasa diucapkan dan didengar, bukan ditulis dan dibaca. Di samping tetap ada yang diucapkan dan didengarkan. Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara akan lebih mudah dalam menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain, keberhasilan mengunakan ide itu sehingga dapat diterima oleh orang yang mendengarkan atau yang diajak berbicara. Pemahaman bahasa sebagai fungsi sosial menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan interaksi sosial dengan sesamanya. Bahasa bersifat arbitrer. Oleh karena itu, bahasa sangat terkait dengan budaya dan sosial ekonomi suatu masyarakat penggunanya.
Rahayu (2015:2) menjelaskan bahasa Indonesia merupakan media komunikasi utama masyarakat Indonesia. Ada kalanya bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua, setelah bahasa ibunya oleh karena masyarakat Indonesia berada dalam tataran situasi bilingual atau multilingual. Hal itu juga dipengaruhi oleh perkembangan zaman, dan fenomena berbahasa sesuai usia dan lingkungan pemakainya pada suatu masa tertentu. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang lahir karena suatu keputusan dan perencanaan. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, bahasa Indonesia pun resmi menjadi bahasa nasional dalam arti yang sesungguhnya. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pemerintahan dan administrasi yang digunakan di dalam situasi formal seperti pidato, penulisan serta bahasa di media masa resmi seperti televisi, radio, koran dan majalah serta buku-buku.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya bahasa daerah yang terlalu mempengaruhi kecakapan seseorang dalam berbahasa Indonesia. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik (Rahayu, 2015:4).
Menurut Rahayu (2015:10), pemahaman terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat diperlukan. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu terikat pada patokan. Dalam situasi formal seperti kuliah, seminar dan pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal yang selalu memperhatikan norma bahasa.
Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar. Sebaliknya jika kaidah-kaidah bahasa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar atau tidak baku (Rahayu, 2015:11).
Di dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar peran variasi bahasa dan penggunaannya juga sangat berpengaruh. Menurut Rahayu (2015:12), variasi bahasa terjadi akibat adanya keberagaman penutur dalam wilayah yang sangat luas. Penggunaan variasi bahasa harus disesuaikan dengan tempatnya (diglosia), yaitu antara bahasa resmi atau bahasa tidak resmi. Variasi bahasa tinggi (resmi) digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, khotbah, suat menyurat resmi, dan buku pelajaran. Variasi bahasa tinggi harus dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sedangkan ariasi bahasa rendah digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti di rumah, di warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi dan catatan untuk dirinya sendiri. Variasi bahasa ini dipelajari secara langsung dalam masyarakat umum, dan tidak pernah dalam pendidikan formal.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran.                                                                                                                                                                

3.      Bahasa Kedua
Bahasa kedua secara umum diperoleh setelah seseorang sudah memperoleh bahasa pertamanya. Hal inilah yang mendasari mengapa ada istilah bahasa pertama dan bahasa kedua. Belajar bahasa kedua diartikan sebagai cara seseorang mempelajari sebuah bahasa selain bahasa ibu mereka itu baik di dalam maupun di luar ruangan, baik belajar formal maupun belajar informal.
Ghazali (2010:66) menjelaskan kecakapan B2 (bahasa kedua) telah diselidiki dari berbagai macam perspektif. Data-data yang dikumpulkan dan danalisis oleh School of Languages of the Foreign Service Institude menunjukkan jumlah waktu (jam pelajaran) yang dibutukan untuk mencapai tingkat-tingkat kecakapan lisan dalam bahasa-bahasa yang berbeda, yang dikelompokkan menurut tingkat kesulitannya bagi para penutur bahasa Inggris.  Perkembangan kecakapan B2 berkaitan dengan model-model yang mengidentifikasi faktor-faktor semacam ini seperti konteks sosial, kerakteristik individu (usia, kepribadian, motovasi, kemmpuan kognitif), konteks pemerolehan B2, dan outcome linguistik. Ghazali juga menjelaskan bahwa di antara anak-anak mayoritas, tipe program bahasa sangat penting untuk mengembangkan tingkat-tingkat kecakapan yang tinggi.
Indihadi (2010:71) menjelaskan pengajaran bahasa Indonesia memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun secara tulisan. Bahasa Indonesia yang diajarkan kepada siswa adalah bahasa Indonesia dengan kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara serta siswa yang sudah memiliki bahasa pertama (B1). Oleh karena itu, pengajaran bahasa tersebut merupakan pengajaran bahasa kedua.
Menurut Ellis (dalam Musfiroh, 2016: 1), bahasa kedua adalah semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa pertama (bahasa ibu). Lebih rinci, Brown (dalam Musfiroh, 2016: 1) menjelaskan bahwa belajar bahasa kedua sama dengan proses belajar pada umumnya, karena melibatkan variasi kognitif dan berkaitan dengan kepribadian seseorang. Belajar bahasa kedua juga dipengaruhi oleh proses belajar budaya kedua, fungsi-fungsi komunikatif bahasa kedua itu, dan melalui proses “cobagalat” (coba-gagal-ralat). Musfiroh (2016: 1) menjelaskan pengajaran bahasa kedua merupakan lahan yang menyediakan landasan pertemuan terbaik bagi beberapa aspek teoretis dan praktis dari psikolinguistik. Metode belajar bahasa kedua melibatkan berbagai proses dan perspektif. Tiap-tiap metode menitikberatkan proses dan cara secara berbeda-beda. Di sinilah dapat dilihat bagaimana ide dan kaitan pengajarannya.
Di dalam penguasaan suatu bahasa, baik melelui proses pemerolehan maupun pembelajaran, lingkungan bahasa tidak dapat diabaikan, Keterlibatan lingkungan bahasa sangat dibutuhkan. Keterlibatan lingkungan bahasa formal dalam proses pemerolehan bahasa kedua, menurut Ellis (dalam Purba, 2013:7) ada dua aspek. Kedua aspek tersebut adalah (1) urutan pemerolehan bahasa kedua itu sendiri dan (2) keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua. Tahap perkembangan pemerolehan itu terdiri atas dua jenis, yaitu: (1) Order Of Development dan (2) Sequence Of Development.
Order Of Developmen tadalah suatu konsep perkembangan yang cenderung mengacu pada urutan pemerolehan semua aspek gramatikal yang sifatnya khusus atau spesifik dalam pemerolehan bahasa kedua. Penekanan utama dalam order of development ini adalah urutan perkembangan pemerolehan aspek-aspek gramatikal yang sifatnya spesifik dalam proses pemerolehan bahasa kedua itu.
Aspek kedua dalam hal rout of development, urutan perkembangan dalam pemerolehan bahasa kedua yaitu sequence of development adalah suatu konsep perkembangan yang cenderung mengacu kepada semua bentuk perkembangan dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Segala konsep perkembangan itu sifatnya umum menyeluruh atau universal. Dalam hal ini adalah segala proses pemerolehan bahasa kedua yang tidak dipengaruhi oleh latar belakang bahasa pertama para pembelajar dan konteks pembelajarannya.
Keberhasilan ataupun kecepatan pemerolehan bahasa kedua dalam rangka penguasaan bahasa kedua adalah kecepatan perkembangan dalam hal profesiensi bahasa kedua pembelajar. Berkenaan dengan peranan lingkungan formal terhadap proses pemerolehan bahasa kedua dalam hal urutan pemerolehan itu, para pakar bahasa terutama para pakar dalam pengajaran bahasa mengemukakan bahwa urutan pemerolehan yang relatif sama (Purba, 2013:8).
Menurut Purba (2013:8), peranan lingkungan formal terhadap ketepatan atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua menunjukkan tiga peranan yaitu lingkungan formal (1) memberi peran koreksi dalam proses pemerolehan bahasa kedua, (2) memberi peran perluasan dalam pemerolehan bahasa kedua, dan (3) memberi peran frekuensi dalam pemerolehan bahasa kedua.
Peranan koneksi terhadap kecepatan atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua dapat kita lihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ellis (dalam Purba, 2013:8) yang menunjukkan bahwa pengajaran formal memberi pengaruh yang dominan terhadap nilai dan kesuksesan pemerolehan bahasa pembelajar. Pengajaran formal, dalam hal ini adalah pengajaran tentang kaidah-kaidah bahasa memberikan kemudahan-kemudahan dalam pemerolehan, memberikan kecermatan pemakaian konstituen-konstituen bahasa, atau mengarahkan pembelajar untuk memusatkan perhatiannya pada bentuk-bentuk linguistik.
Peranan perluasan terhadap kecepatan atau keberhasilan pemerolahan bahasa kedua dapat kita lihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nelson dkk (dalam Purba, 2013:9) yang menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan secara sistematis pelajaran bahasa dengan mengadakan perluasan kalimat selama 13 minggu. Perlakukan itu setelah diteliti ternyata menunjukkan bahwa ada perbedaan secara linguistik. Maksudnya, lebih maju jika dibandingkan dengan kelompok kontrol lain yang tidak diberikan perluasan.
Di dalam hal peranan frekuensi terhadap kecepatan atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua, ditunjukkan oleh Larsen dan Freeman (dalam Purba, 2013:8). Penelitian mereka menunjukkan bahwa frekuensi pengenalan struktur memiliki korelasi yang positif dengan penguasaan kaidah si pembelajar. Mereka menemukan bahwa semakin sering pembelajar mendengarkan struktur maka semakin cepat penguasaan mereka terhadap struktur itu.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian para pakar pengajaran bahasa tersebut, jelas bahwa lingkungan formal banyak memberikan peranan dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Peranan lingkungan formal itu dapat dilihat dalam hal urutan pemerolehan bahasa kedua dan dalam kecepatan atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua (Purba, 2013:8).
Muliawati (2013:30) menjelaskan pemerolehan bahasa kedua sangat erat hubungannya dengan pemerolehan bahasa pertama. Namun ada perbedaan dalam pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua. Salah satu perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua adalah bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan kognitif dan sosial tiap individu, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang individu telah selesai.
Menurut Muliawati (2012:30—31), banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua. Dalam pemerolehan bahasa pertama, pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua hal itu jarang terjadi. Salah satu persamaan dalam pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua yaitu dalam segi urutan serta pemerolehan butir-butir tata bahasa. Mula-mula semua proses dari tidak berbahasa (baik untuk B1 maupun B2) disebut pembelajaran bahasa (language learning). Banyak teori yang dikemukakan tentang bagaimana seorang bayi "belajar" bahasa pertamanya. Orang asing dewasa yang sudah belajar (B2), ketika hendak belajar bahasa Indonesia akan menjalani proses pembelajaran Bahasa Indonesia melalui pengajaran bahasa Indonesia di dalam setting Indonesia, walaupun ketika dia sudah menguasai Bahasa Indonesia kelak, sering juga dikatakan bahwa dia telah 'memperoleh' (acquire) Bahasa Indonesia.
Menurut Brown (dalam Muliawati, 2013:31), pemerolehan bahasa kedua merupakan bagian dari pembelajaran umum manusia yang melibatkan variasi-variasi kognitif. Variasi-variasi tersebut berkaitan dengan kepribadian seseorang dan pembelajaran budaya kedua yang melibatkan tentang sisi ilmiah dan fungsi-fungsi komunikatif sebuah bahasa. Hal ini ditandai dengan tahap pembelajaran dan proses-proses pengembangan yang bersifat trial dan error.
Krashen (dalam Muliawati, 2013:31) menyatakan bahwa teori pemerolehan bahasa kedua adalah bagian dari linguistik teoritik karena sifatnya yang abstrak. Menurutnya, dalam pengajaran bahasa kedua, hal yang bersifat praktis adalah teori pemerolehan bahasa yang baik. Pembelajaran bahasa kedua merupakan suatu proses interaksi peserta didik dengan guru sebagai pendidik dan sumber belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Belajar bahasa merupakan suatu proses meningkatkan kompetensi kebahasaan dan kompetensi performansi komunikasi berdasarkan kompetensi (pengetahuan dan pengajaran) pembelajar. Dalam proses tersebut harus mengacu kepada kompetensi strategi produktif, kompetensi mekanisme psikofisik, dan kompetensi pemilihan konteks.
Sistem pengajaran formal di sekolah tentu saja dalam konteks pembelajaran bahasa yang pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat keterpelajaran masukan bahasa hanya merupakan salah satu variabel. Variabel lain yang patut dilihat antara lain ialah variabel pajanan (exposure), usia si pembelajar, dan tingkat akulturasi (Krashen dalam Muliawati, 2013:31).
Pembelajaran bahasa kedua melibatkan pemindahan kendali beberapa bentuk pada saat yang tepat ke dalam pemrosesan otomatis sejumlah bentuk bahasa yang relatif tidak terbatas. Menganalisis bahasa secara berlebihan, terlalu memikirkan bentuk-bentuk bahasa, dan secara sadar berlama-lama pada kaidah dan aturan-aturan bahasa cenderung menghambat peningkatan ke arah otomatisitas (Muliawati, 2013:31).
Menurut Mulyono dkk (2013:3) di dalam teori pemerolehan bahasa kedua disebutkan bahwa seorang pembelajar bahasa menunjukkan urutan dan tahapan perkembangan pemerolehan bahasa kedua. Kesalahan dipandang sebagai salah satu bukti tahapan perkembangan pemerolehan bahasa keduanya. Kesalahan menunjukkan tingkat kemajuan dari proses pemerolehan bahasa kedua. Kesalahan mempunyai arti penting dalam studi pemerolehan bahasa kedua.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa pertama (bahasa ibu). Belajar bahasa kedua diartikan sebagai cara seseorang mempelajari sebuah bahasa selain bahasa ibu mereka itu baik di dalam maupun di luar ruangan, baik belajar formal maupun belajar informal.

4.      Pengaruh Perkembangan Kecakapan Bahasa Kedua terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar di Kalangan Pelajar
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh seseorang pada tahapan berikutnya, khususnya bahasa formal atau resmi yaitu bahasa Indonesia. Sebagai contoh, seorang anak memiliki ibu yang berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang. Dalam mengucapkan sebuah kata misalnya “mengapa”, sang ibu yang berasal dari Sekayu mengucapkannya ngape (e dibaca kuat) sedangkan bapaknya yang dari Pagaralam mengucapkannya ngape (e dibaca lemah) dan di lingkungannya kata “mengapa” diucapkan ngapo. Ketika sang anak mulai bersekolah, ia mendapat seorang teman yang berasal dari Jawa dan mengucapkan “mengapa” dengan ngopo. Hal ini dapat menimbulkan kebinggungan bagi sang anak untuk memilih ucapan apa yang akan digunakan.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa keanekaragaman budaya dan bahasa daerah merupakan keunikan tersendiri bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang harus dilestarikan. Dengan keanekaragaman ini akan mencirikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan kebudayaannya. Berbedannya bahasa di tiap-tiap daerah menandakan identitas dan ciri khas masing-masing daerah. Masyarakat yang merantau ke ibukota Jakarta mungkin lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah dengan orang berasal dari daerah yang sama, salah satunya dikarenakan agar menambah keakraban diantara mereka. Tidak jarang pula orang mempelajari sedikit atau hanya bisa-bisaan untuk berbahasa daerah yang tidak dikuasainya agar terjadi suasana yang lebih akrab. Beberapa kata dari bahasa daerah juga diserap menjadi Bahasa Indonesia yang baku, antara lain kata nyeri (Sunda) dan kiat (Minangkabau).
Berikut beberapa pengaruh atau dampak bahasa daerah terhadap perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar di kalangan pelajar.

1.      Dampak positif
a.       Bahasa Indonesia memiliki banyak kosakata.
b.      Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
c.       Sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah.
d.      Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.
2.      Dampak Negatif
a.       Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain.
b.      Warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata.
c.       Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah.
d.      Dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Indah (2012:7) menjelaskan kemampuan berkomunikasi ditunjang dari proses pemerolehan kecakapan berbahasa. Kompleksitas bahasa menuntut akumulasi pemerolehan yang juga berkesinambungan dari tataran tersederhana hingga yang membutuhkan gabungan kemampuan berbahasa dan bersosialisasi.
Menurut Field (dalam Indah, 2012:4), pemerolehan bahasa selain penguasaan bahasa ibu atau bahasa pertama disebut bahasa kedua, ketiga dan seterusnya. Dalam masyarakat Jawa misalnya, bahasa Indonesia disebut sebagai bahasa kedua jika anak dibesarkan dalam komunitas wicara bahasa Jawa. Pemerolehan bahasa lebih baik jika diawali sejak dini. Mc Laughin dan Genesee, pakar psikolinguistik, berpendapat bahwa anak akan lebih cepat belajar bahasa tanpa kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu Eric H. Lennenberg, seorang pakar neurolinguistik, juga menegaskan bahwa kondisi otak mendukung pendapat tersebut. Sebelum masa pubertas, otak atau daya pikir anak lebih lentur dan plastis sehingga dapat diajari bahasa apapun dengan lebih mudah. Daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis, cukup dengan selfexposure atau dilibatkan dalam komunikasi partisipatif dalam bahasa target. Pasca pubertas kelenturan ini akan berkurang dan pencapaiannya tidak maksimal.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi bagi bangsa dan negara Indonesia telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan dan tulis dalam hubungan formal dan informal. Di samping sebagai alat komunikasi bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat pemersatu dan kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Pemerintah iNdonesia selalu berusaha agar bahasa Indonesia tetap eksis. Usaha yang dilakukan pemerintah ialah menetapkan keberadaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi bangsa Indonesia yang dipergunakan diseluruh nusantara.pemerintah juga berusaha mengembangkan agar bahasa Indonesia menjadi bahasa modern yang sejajar dengan bahasa modern bahasa lain di dunia internasional (Dainum, 2014:11)
Di Indonesia banyak sekali pelajar yang penggunaan bahasa Indonesia nya salah, misalnya bahasa daerah yang diubah menjadi bahasa Indonesia, sehingga terdengar seperti bahasa Indonesia yang mempunyai logat daerah dan itu bukanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pelajar cenderung lebih sering memakai bahasa daerah yang diindonesiakan daripada menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini dikarenakan supaya mereka bisa lebih leluasa dalam berkomunikasi dengan teman-teman yang lain dan hal ini membuat mulai lunturnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh orang-orang khususnya di kalangan pelajar.
Orang tua berkewajiban untuk mengajarkan penggunaan bahasa yang baik dan benar kepada anak sejak kecil. Penggunaan bahasa yang baik dapat mempermudah dalam menyampaikan informasi. Di dalam kehidupan sehari-hari seharusnya digunakan tata bahasa yang baik dan benar supaya masyarakat khususnya pelajar terbiasa untuk berkomunikasi secara lebih efektif. Adanya bahasa daerah yang diindonesiakan juga sangat mempengaruhi etika seseorang dalam berkomunikasi.
Kata-kata yang digunakan dalam berbicara seseorang dapat mencerminkan kemampuan berpikir dan tingkat kepribadiannya. Kepribadian seseorang yang baik dapat memilih apa saja yang harus diucapkan dan dibicarakan. Tidak berlebihan jika seseorang yang pandai berbahasa Indonesia, ia akan merasa diterima dan dihargai oleh berbagai kalangan. Ada beberapa solusi yang dapat meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yaitu, menyadarkan dan memotivasi pelajar akan fungsi dan pentingnya bahasa yang baku. Selanjutnya, hal ini juga membutuhkan suatu upaya pembiasaan, artinya, pelajar dilatih untuk berbahasa secara tepat, baik secara lisan maupun tulis setiap saat setidaknya selama berada di lingkungan sekolah. Pembiasaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa pada pelajar. Proses penyadaran dan pembiasaan tidak kalah penting, hal ini akan menimbulkan keinginan pelajar untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar.




D.    Penutup
Pelajar merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan informal, pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Pelajar adalah orang yang akan membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Salah satu caranya adalah dengan bahasa, yaitu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam berkomunikasi, yaitu sebagai alat komunikasi yang paling utama. Untuk itu, sangat dianjurkan supaya masyarakat dan pelajar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berbahasa yang baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang mengikuti kaidah bahasa yang berlaku.
Banyaknya pelajar Indonesia yang menggunakan bahasa kedua atau bahasa ibu dalam komunikasinya sehari-hari di dalam kelas adalah penyimpangan dari penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Tentu saja ini akan berdampak lunturnya atau hilangnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya di masyarakat terutama kalangan pelajar. Masyarakat Indonesia khususnya para pelajar, sudah banyak kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan adanya penyimpangan penggunaan bahasa, seperti penggunaan bahasa kedua yang pemakaiannya tidak tepat.
Bahasa kedua secara umum diperoleh setelah seseorang sudah memperoleh bahasa pertamanya. Belajar bahasa kedua diartikan sebagai cara seseorang mempelajari sebuah bahasa selain bahasa ibu mereka itu baik di dalam maupun di luar ruangan, baik belajar formal maupun belajar informal. Dalam konteks ini bahasa kedua yang dimaksud adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia.
Sebagai warga Indonesia khususnya pelajar sudah selayaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jadi, menggunakan bahasa yang baik (tepat) tidak termasuk bahasa yang benar. Sebaliknya, seseorang mungkin berbahasa yang benar yang tidak baik penerapannya karena suasananya menurut ragam yang lain. Anjuran agar kita berbahasa yang baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang mengikuti kaidah bahasa yang benar.
Banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan bahasa pertama sebagai bahasa komunikasi adalah hal yang baik agar kelestarian bahasa daerah tetap bertahan dan tidak punah. Akan tetapi, karena terlalu sering menggunkan bahasa daerah, kebanyakan orang khususnya pelajar jadi tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kebanyakan pelajar sekarang, terbiasa menggunakan bahasa daerah yang diindonesiakan sehingga terdengar seperti bahasa Indonesia yang berdialek bahasa daerah. Hal ini merupakan penyimpangan dari penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh sebab itu, ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Tentu saja ini akan berdampak lunturnya atau hilangnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya di masyarakat terutama kalangan pelajar. Masyarakat Indonesia khususnya para pelajar, sudah banyak kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Keberadaan bahasa daerah yang dindonesiakan memang sangat mengganggu eksistensi bahasa Indonesia. Banyak pelajar yang sudah tidak mengindahkan dan tidak lagi mengenal bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sebaiknya pelajar jangan berlebihan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang tidak sesuai kaidah. Pelajar  hendaknya membudidayakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan meningkatkan kembali eksistensinya di kalangan remaja. Orang tua dan pendidik mempunyai tugas untuk menyadarkan dan memotivasikan remaja akan fungsi dan pentingnya bahasa yang baku. Proses penyadaran dan pembiasaan tidak kalah penting, hal ini membutuhkan suatu kekuatan atau sanksi yang mengikat, misalnya tugas menuliskan suatu artikel atau karangan dengan bahasa yang baku. Hal ini akan menimbulkan keinginan remaja untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Menggunakan bahasa daerah yang diindonesiakan boleh saja, akan tetapi jangan sampai menghilangkan budaya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi kenegaraan dan lambang dari identitas nasional, yang kedudukannya tercantum dalam Sumpah Pemuda dan UUD 1945.







Daftar Rujukan
Dainum. 2014. Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi. Jurnal Bahasa dan Seni. Vol. 14, No. 1. ejournal.unp.ac.id/index.php/bahasaseni/article/download/3944/3177. (Diunduh 2 Juni 2016).
Ghazali, Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif Interaktif. Bandung: Refika Aditama.

Indah, Nur Rohmani. 2012. Proses Pemerolehan Bahasa: Dari Kemampuan Hingga Kekurangmampuan Berbahasa. http://citation.itb.ac.id/pdf/JURNAL/JURNAL%20LINGUA/VOL%201%20No.1%20JUNI%202006/PROSES%20PEMEROLEHAN%20BAHASA.pdf. (Diunduh 2 Juni 2016).
Indihadi, Dian. 2010. Tahap Pengajaran Bahasa Kedua. http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/7_BBM_5.pdf. (Diunduh 2 Juni 2016).
Khuroidah, A. 2013. Kecendrungan Perilaku Bullying Siswa. digilib.uinsby.ac.id/10711/. (Diunduh 2 Juni 2016).
Muliawati, Hesti. 2015. Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua Bagi Orang Asing Melalui Proses Attitude dan Aptitude. Deiksis Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia . http://www.fkipunswagati.ac.id/ejournal/index.php/deiksis/article/view/48. (Diunduh 2 Juni 2016).
Mulyono, Slamet dkk. 2013. Analisis Kesalahan Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Karangan Mahasiswa Penutur Bahasa Asing di Universitas Sebelas Maret. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa Sastra dan Pengajarannya. Vol. 2, No. 1.  https://core.ac.uk/download/files/478/12346153.pdf. (Diunduh 2 Juni 2016).
Musfiroh, Tadkiroatun. 2016. Metode Pengajaran Bahasa Kedua. http://www.tadkiroatun.com/wp-content/uploads/2015/12/BAB-VI-INTERNET-METODE-PEMBELAJARAN-BAHASA-KEDUA.pdf. (Diunduh 2 Juni 2016).

Purba, Andiopenta. 2013. Peranan Lingkungan Bahasa dalam Pemerolehan Bahasa Kedua. Vol. 3, No. 1. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=144723&val=892&title=PERANAN%20LINGKUNGAN%20BAHASA%20DALAM%20PEMEROLEHAN%20BAHASA%20KEDUA.  (Diunduh 2 Juni 2016).
Rahayu, Arum Putri. 2015. Menumbuhkan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar dalam Pendidikan dan Pengajaran. Jurnal Paradigma. Vol. 2, No. 1. ejournal.kopertais4.or.id/index.php/paradigma/article/download/886/644. (Diunduh 2 Juni 2016).