PENGARUH PERKEMBANGAN
KECAKAPAN BAHASA
KEDUA
TERHADAP PENGGUNAAN
BAHASA INDONESIA YANG BAIK
DAN BENAR DI KALANGAN PELAJAR
Deta Fitrianita
FBS Universitas Negeri
Padang
![]() |
Abstrak
Bahasa merupakan unsur
yang sangat penting dalam berkomunikasi, yaitu sebagai alat komunikasi yang
paling utama. Bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan
oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri. Penggunaan bahasa yang benar berarti pemakaian bahasa
yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku. Sedangkan,
kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang
sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Anjuran agar kita berbahasa yang baik dan
benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan
sasarannya dan yang mengikuti kaidah bahasa yang berlaku.
Saat ini pengaruh
perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar di kalangan pelajar adalah sesuatu yang bersifat serius. Kendala
yang harus dihadapi pelajar untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan
benar adalah karena terlalu sering menggunakan bahasa pertama (bahasa ibu) di
dalam berkomunikasi di sekolah tepatnya di dalam kelas. Terkadang, ketika di
dalam situasi resmi seseorang atau lebih tepatnya pelajar sering menggunakan
bahasa Indonesia yang berdialek bahasa pertama (bahasa ibu) sehingga terdengar
seperti bahasa yang Indonesia yang tidak baik. Bahasa kedua adalah bahasa yang
dipelajari setelah bahasa pertama. Belajar bahasa kedua diartikan sebagai cara
seseorang mempelajari sebuah bahasa selain bahasa ibu, baik di dalam maupun di
luar ruangan, baik belajar formal maupun belajar informal.
Kata
Kunci : pelajar; bahasa Indonesia yang baik; bahasa Indonesia
yang benar; bahasa kedua.
A.
Pendahuluan
Tidak semua warga negara Indonesia bisa menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, begitupula dengan kalangan pelajar.
Tujuan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah mengajarkan dan menerangkan
tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari agar tidak
terlalu menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta
melestarikannya sebagai warisan bangsa yang merupakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar yang sudah ada sejak indonesia mardeka.
Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam
berkomunikasi, yaitu sebagai alat komunikasi yang paling utama. Seiring dengan
berlalunya waktu, saat ini pemakaian bahasa Indonesia
yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari banyak bergeser oleh pemakaian
bahasa Indonesia yang berdialek bahasa pertama (bahasa ibu). Sehubungan dengan
itu, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap bahasa
Indonesia. Penggunaan
bahasa yang baik dan benar dapat mempermudah dalam menyampaikan informasi.
Sehingga orang terbiasa untuk berkomunikasi secara lebih efektif.
Penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar sangat penting untuk diketahui oleh para
pelajar. Hal ini supaya bahasa Indonesia yang merupakan bahasa
nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan bisa
tetap ada dan tetap terjaga dengan baik.
Peggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada
dasarnya harus diawali dari rumah yang diajarkan oleh orang tua. Tetapi, untuk
lebih khususnya pelajar belajar bahasa yang baik dan benar akan lebih efekrif
apabila diajarkan oleh guru di sekolah. Pelajar ketika melihat guru berbahasa
Indonesia yang baik dan benar maka dengan sendirinya akan mencontoh gurunya dan
akan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Faktor guru sangat
menentukan cara berbahasa pelajar. Pelajar cenderung mengikuti apa yang
dilakukan oleh gurunya. Ketika guru berbaasa menggunakan bahasa daerah maka
pelajar juga akan menggunakan bahasa daerah di dalam kelas. Tetapi, apabila
guru menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar maka dengan tidak
langsung guru mendorong pelajar untuk berbahasa yang baik dan benar pula.
Penggunaan bahasa Indonesia yang berdialek bahasa
pertama (bahasa ibu) yang semakin banyak dikalangan pelajar membuat eksistensi
bahasa Indonesia yang baik dan benar menjadi menurun. Oleh karena itu, pengaruh
perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar di kalangan pelajar harus mendapat perhatian.
Pada penulisan makalah ini penulis memfokuskan
pembahasan mengenai pengaruh perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan pelajar.
B.
Rumusan
Masalah
Pada penulisan makalah ini penulis merumuskan masalah
yang ada dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa
yang dimaksuddengan pelajar?
2. Apa
yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
3. Apa yang dimaksud dengan bahasa kedua?
4. Bagaimana
pengaruh perkembangan kecakapan bahasa kedua terhadap penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar di kalangan pelajar?
C.
Pembahasan
1.
Pelajar
Peserta didik atau pelajar adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
pada jalur pendidikan
baik pendidikan informal,
pendidikan formal
maupun pendidikan nonformal,
pada jenjang pendidikan
dan jenis pendidikan
tertentu. Siswa atau pelajar
merupakan pelajar yang duduk dimeja belajar setrata sekolah dasar maupun
menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Pelajar tersebut
belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu
yang telah didapat dunia pendidikan. Siswa atau pelajar adalah mereka yang
secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran
yang diselengarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang
berilmu pengetahuan, berketrampilan, berpengalaman, berkepribadian, berakhlak
mulia, dan mandiri
Siswa adalah organism yang unik yang
berkembang sesuai dengan tahap
perkembanganya.
Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi
tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu
sama.
Hal yang
sama siswa juga dapat dikatakan sebagai sekelompok orang dengan usia tertentu
yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga dapat dikatan
sebagai murid atau pelajar, ketika berbicara siswa maka fikiran kita akan
tertuju kepada lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah
(Jawa pos
dalam Khuroidah, 2013:1).
Kompas
Gramedia (dalam Khuroidah, 2013:2), menjelaskan siswa adalah
komponen masukan dalam system pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam
proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatukomponen pendidikan siswa dapat
ditinjau dan berbagi pendekatan antara lain sebagai berikut.
a.
Pendekatan social, siswa adalah anggota masyarakat
yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.
b.
Pendekatan psikologi, siswa adalah suatu organism yang
sedang tumbuh dan berkembang.
c.
Pendekatan edukatif, pendekatan pendidikan menempatkan
siswa sebagai unsure penting, yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka
system pendidikan menyeluruh dan terpadu.
Menurut Naqawi (dalam Khuroidah, 2013:3)
kata murid berasal dari bahasa Arab yang artinya orang yang menginginkan (the willer). Menurut Nata (dalam Khuroidah, 2013:3)
kata murid diartikan sebagai orang yang menghendaki untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan, ketrampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai bekal
hidupnya agar bahagia dunia dan akhirat dengan jalan belajar sungguh-sungguh. Di
samping kata murid dijumpai istilah lain yang sering digunakan dalam bahasa Arab,
yaitu tilmidz yang berarti murid atau pelajar, jamaknya talamidz. Kata ini
merujuk pada murid yang belajar di madrasah. Kata lain yang berkenaan dengan murid
adalah thalib, yang artinya pencari ilmu, pelajar, mahasiswa.
Mengacu dari beberapa istilah murid, murid diartikan sebagai orang yang
berada dalam taraf pendidikan, yang dalam berbagai literatur murid juga disebut
sebagai anak didik. Sedangkan Dalam Undang-undang Pendidikan No.2 Th. 1989,
murid disebut peserta didik Muhaimin dkk (dalam Khuroidah, 2013:4). Di
dalam hal ini siswa dilihat sebagai seseorang (subjek didik), yang mana nilai
kemanusiaan sebagai individu, sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas
moral, harus dikembangkan untuk mencapai tingkatan optimal dan kriteria
kehidupan sebagai manusia warga negara yang diharapkan. Arifin (dalam Khuroidah, 2013:4)
menyebut “murid”, maka yang dimaksud adalah manusia didik sebagai makhluk yang
sedang berada dalam proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah
masing-masing yang memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju
kearah titik optimal yakni kemampuan fitrahnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pelajar dapat diartikan sebagai seorang
yang duduk di meja belajar setrata sekolah dasar maupun menengah pertama (SMP),
dan sekolah menengah atas (SMA). Pelajar tersebut belajar untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat dunia
pendidikan. Pelajar juga merupakan sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam
proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
2.
Bahasa
Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
dipergunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasikan diri. Bahasa merupakan alat komunikasi yang umum dalam
masyarakat. Bahasa diucapkan dan didengar, bukan ditulis dan dibaca. Di samping
tetap ada yang diucapkan dan didengarkan. Seseorang yang memiliki kemampuan
berbicara akan lebih mudah dalam menyampaikan ide atau gagasan kepada orang
lain, keberhasilan mengunakan ide itu sehingga dapat diterima oleh orang yang
mendengarkan atau yang diajak berbicara. Pemahaman bahasa sebagai fungsi sosial
menjadi hal pokok manusia untuk mengadakan interaksi sosial dengan sesamanya.
Bahasa bersifat arbitrer. Oleh karena itu, bahasa sangat terkait dengan budaya
dan sosial ekonomi suatu masyarakat penggunanya.
Rahayu (2015:2) menjelaskan bahasa Indonesia
merupakan media komunikasi utama masyarakat Indonesia. Ada kalanya bahasa
Indonesia menjadi bahasa kedua, setelah bahasa ibunya oleh karena masyarakat
Indonesia berada dalam tataran situasi bilingual atau multilingual. Hal itu
juga dipengaruhi oleh perkembangan zaman, dan fenomena berbahasa sesuai usia
dan lingkungan pemakainya pada suatu masa tertentu. Bahasa Indonesia adalah
bahasa persatuan yang lahir karena suatu keputusan dan perencanaan. Ketika
kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945,
bahasa Indonesia pun resmi menjadi bahasa nasional dalam arti yang
sesungguhnya. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pemerintahan dan
administrasi yang digunakan di dalam situasi formal seperti pidato, penulisan serta
bahasa di media masa resmi seperti televisi, radio, koran dan majalah serta
buku-buku.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang
berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi.
Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang
disampaikan. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa
Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Kendala yang harus dihindari
dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya bahasa daerah
yang terlalu mempengaruhi kecakapan seseorang dalam berbahasa Indonesia. Hal
ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik (Rahayu, 2015:4).
Menurut Rahayu (2015:10), pemahaman terhadap Bahasa
Indonesia yang baik dan benar sangat diperlukan. Bahasa Indonesia yang baik
adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku.
Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, pasar, di
tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia
yang tidak terlalu terikat pada patokan. Dalam situasi formal seperti kuliah,
seminar dan pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi
dan formal yang selalu memperhatikan norma bahasa.
Sedangkan bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa
Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa Indonesia yang
berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata,
kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan
penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata
ditaati secara konsisten, pemakaian bahasa dikatakan benar. Sebaliknya jika
kaidah-kaidah bahasa kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak
benar atau tidak baku (Rahayu, 2015:11).
Di dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar peran variasi bahasa dan penggunaannya juga sangat berpengaruh. Menurut
Rahayu (2015:12), variasi bahasa terjadi akibat adanya keberagaman penutur
dalam wilayah yang sangat luas. Penggunaan variasi bahasa harus disesuaikan
dengan tempatnya (diglosia), yaitu antara bahasa resmi atau bahasa tidak resmi.
Variasi bahasa tinggi (resmi) digunakan dalam situasi resmi seperti, pidato
kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, khotbah, suat menyurat resmi, dan buku
pelajaran. Variasi bahasa tinggi harus dipelajari melalui pendidikan formal di
sekolah-sekolah. Sedangkan ariasi bahasa rendah digunakan dalam situasi yang
tidak formal, seperti di rumah, di warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi
dan catatan untuk dirinya sendiri. Variasi bahasa ini dipelajari secara
langsung dalam masyarakat umum, dan tidak pernah dalam pendidikan formal.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat
disimpulkan bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai
dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Sedangkan bahasa Indonesia yang benar
adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahasa
Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa itu meliputi kaidah ejaan, kaidah
pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan
kaidah penataan penalaran.
3.
Bahasa
Kedua
Bahasa kedua secara umum diperoleh setelah seseorang
sudah memperoleh bahasa pertamanya. Hal inilah yang mendasari mengapa ada
istilah bahasa pertama dan bahasa kedua. Belajar bahasa kedua diartikan sebagai
cara seseorang mempelajari sebuah bahasa selain bahasa ibu mereka itu baik di
dalam maupun di luar ruangan, baik belajar formal maupun belajar informal.
Ghazali (2010:66) menjelaskan kecakapan B2 (bahasa
kedua) telah diselidiki dari berbagai macam perspektif. Data-data yang
dikumpulkan dan danalisis oleh School of
Languages of the Foreign Service Institude menunjukkan jumlah waktu (jam
pelajaran) yang dibutukan untuk mencapai tingkat-tingkat kecakapan lisan dalam
bahasa-bahasa yang berbeda, yang dikelompokkan menurut tingkat kesulitannya
bagi para penutur bahasa Inggris.
Perkembangan kecakapan B2 berkaitan dengan model-model yang
mengidentifikasi faktor-faktor semacam ini seperti konteks sosial,
kerakteristik individu (usia, kepribadian, motovasi, kemmpuan kognitif),
konteks pemerolehan B2, dan outcome linguistik. Ghazali juga menjelaskan bahwa
di antara anak-anak mayoritas, tipe program bahasa sangat penting untuk
mengembangkan tingkat-tingkat kecakapan yang tinggi.
Indihadi (2010:71) menjelaskan pengajaran bahasa
Indonesia memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun secara tulisan.
Bahasa Indonesia yang diajarkan kepada siswa adalah bahasa Indonesia dengan
kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara serta siswa yang sudah
memiliki bahasa pertama (B1). Oleh karena itu, pengajaran bahasa tersebut
merupakan pengajaran bahasa kedua.
Menurut Ellis (dalam Musfiroh, 2016: 1), bahasa
kedua adalah semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa pertama (bahasa ibu).
Lebih rinci, Brown (dalam Musfiroh, 2016: 1) menjelaskan bahwa belajar bahasa
kedua sama dengan proses belajar pada umumnya, karena melibatkan variasi
kognitif dan berkaitan dengan kepribadian seseorang. Belajar bahasa kedua juga
dipengaruhi oleh proses belajar budaya kedua, fungsi-fungsi komunikatif bahasa
kedua itu, dan melalui proses “cobagalat” (coba-gagal-ralat). Musfiroh (2016:
1) menjelaskan pengajaran bahasa kedua merupakan lahan yang menyediakan
landasan pertemuan terbaik bagi beberapa aspek teoretis dan praktis dari
psikolinguistik. Metode belajar bahasa kedua melibatkan berbagai proses dan
perspektif. Tiap-tiap metode menitikberatkan proses dan cara secara
berbeda-beda. Di sinilah dapat dilihat bagaimana ide dan kaitan pengajarannya.
Di dalam penguasaan suatu bahasa, baik melelui
proses pemerolehan maupun pembelajaran, lingkungan bahasa tidak dapat
diabaikan, Keterlibatan lingkungan bahasa sangat dibutuhkan. Keterlibatan
lingkungan bahasa formal dalam proses pemerolehan bahasa kedua, menurut Ellis
(dalam Purba, 2013:7) ada dua aspek. Kedua aspek tersebut adalah (1) urutan
pemerolehan bahasa kedua itu sendiri dan (2) keberhasilan dalam menguasai
bahasa kedua. Tahap perkembangan pemerolehan itu terdiri atas dua jenis, yaitu:
(1) Order Of Development dan (2) Sequence Of Development.
Order Of Developmen tadalah
suatu konsep perkembangan yang cenderung mengacu pada urutan pemerolehan semua
aspek gramatikal yang sifatnya khusus atau spesifik dalam pemerolehan bahasa
kedua. Penekanan utama dalam order of development ini adalah urutan
perkembangan pemerolehan aspek-aspek gramatikal yang sifatnya spesifik dalam
proses pemerolehan bahasa kedua itu.
Aspek kedua dalam hal rout of development,
urutan perkembangan dalam pemerolehan bahasa kedua yaitu sequence of
development adalah suatu konsep perkembangan yang cenderung mengacu kepada
semua bentuk perkembangan dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Segala konsep
perkembangan itu sifatnya umum menyeluruh atau universal. Dalam hal ini adalah
segala proses pemerolehan bahasa kedua yang tidak dipengaruhi oleh latar
belakang bahasa pertama para pembelajar dan konteks pembelajarannya.
Keberhasilan ataupun kecepatan pemerolehan bahasa
kedua dalam rangka penguasaan bahasa kedua adalah kecepatan perkembangan dalam hal
profesiensi bahasa kedua pembelajar. Berkenaan dengan peranan lingkungan formal
terhadap proses pemerolehan bahasa kedua dalam hal urutan pemerolehan itu, para
pakar bahasa terutama para pakar dalam pengajaran bahasa mengemukakan bahwa
urutan pemerolehan yang relatif sama (Purba, 2013:8).
Menurut Purba (2013:8), peranan lingkungan formal
terhadap ketepatan atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua menunjukkan tiga
peranan yaitu lingkungan formal (1) memberi peran koreksi dalam proses
pemerolehan bahasa kedua, (2) memberi peran perluasan dalam pemerolehan bahasa
kedua, dan (3) memberi peran frekuensi dalam pemerolehan bahasa kedua.
Peranan koneksi terhadap kecepatan atau keberhasilan
pemerolehan bahasa kedua dapat kita lihat dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ellis (dalam Purba, 2013:8) yang menunjukkan bahwa pengajaran formal
memberi pengaruh yang dominan terhadap nilai dan kesuksesan pemerolehan bahasa
pembelajar. Pengajaran formal, dalam hal ini adalah pengajaran tentang
kaidah-kaidah bahasa memberikan kemudahan-kemudahan dalam pemerolehan,
memberikan kecermatan pemakaian konstituen-konstituen bahasa, atau mengarahkan
pembelajar untuk memusatkan perhatiannya pada bentuk-bentuk linguistik.
Peranan perluasan terhadap kecepatan atau
keberhasilan pemerolahan bahasa kedua dapat kita lihat dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Nelson dkk (dalam Purba, 2013:9) yang menunjukkan bahwa
anak-anak yang diberikan secara sistematis pelajaran bahasa dengan mengadakan
perluasan kalimat selama 13 minggu. Perlakukan itu setelah diteliti ternyata
menunjukkan bahwa ada perbedaan secara linguistik. Maksudnya, lebih maju jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol lain yang tidak diberikan perluasan.
Di dalam hal peranan frekuensi terhadap kecepatan
atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua, ditunjukkan oleh Larsen dan Freeman
(dalam Purba, 2013:8). Penelitian mereka menunjukkan bahwa frekuensi pengenalan
struktur memiliki korelasi yang positif dengan penguasaan kaidah si pembelajar.
Mereka menemukan bahwa semakin sering pembelajar mendengarkan struktur maka
semakin cepat penguasaan mereka terhadap struktur itu.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian para pakar
pengajaran bahasa tersebut, jelas bahwa lingkungan formal banyak memberikan
peranan dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Peranan lingkungan formal itu
dapat dilihat dalam hal urutan pemerolehan bahasa kedua dan dalam kecepatan
atau keberhasilan pemerolehan bahasa kedua (Purba, 2013:8).
Muliawati (2013:30) menjelaskan pemerolehan bahasa
kedua sangat erat hubungannya dengan pemerolehan bahasa pertama. Namun ada
perbedaan dalam pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua. Salah satu
perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua adalah
bahwa pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari
perkembangan kognitif dan sosial tiap individu, sedangkan pemerolehan bahasa
kedua terjadi sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang individu telah
selesai.
Menurut Muliawati (2012:30—31), banyak variabel yang
berbeda antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua. Dalam pemerolehan
bahasa pertama, pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan sedangkan dalam pemerolehan
bahasa kedua hal itu jarang terjadi. Salah satu persamaan dalam pemerolehan
bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua yaitu dalam segi urutan serta
pemerolehan butir-butir tata bahasa. Mula-mula semua proses dari tidak
berbahasa (baik untuk B1 maupun B2) disebut pembelajaran bahasa (language
learning). Banyak teori yang dikemukakan tentang bagaimana seorang bayi
"belajar" bahasa pertamanya. Orang asing dewasa yang sudah belajar
(B2), ketika hendak belajar bahasa Indonesia akan menjalani proses pembelajaran
Bahasa Indonesia melalui pengajaran bahasa Indonesia di dalam setting Indonesia,
walaupun ketika dia sudah menguasai Bahasa Indonesia kelak, sering juga
dikatakan bahwa dia telah 'memperoleh' (acquire) Bahasa Indonesia.
Menurut Brown (dalam Muliawati, 2013:31), pemerolehan
bahasa kedua merupakan bagian dari pembelajaran umum manusia yang melibatkan
variasi-variasi kognitif. Variasi-variasi tersebut berkaitan dengan kepribadian
seseorang dan pembelajaran budaya kedua yang melibatkan tentang sisi ilmiah dan
fungsi-fungsi komunikatif sebuah bahasa. Hal ini ditandai dengan tahap
pembelajaran dan proses-proses pengembangan yang bersifat trial dan error.
Krashen (dalam Muliawati, 2013:31) menyatakan bahwa
teori pemerolehan bahasa kedua adalah bagian dari linguistik teoritik karena
sifatnya yang abstrak. Menurutnya, dalam pengajaran bahasa kedua, hal yang
bersifat praktis adalah teori pemerolehan bahasa yang baik. Pembelajaran bahasa
kedua merupakan suatu proses interaksi peserta didik dengan guru sebagai
pendidik dan sumber belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Belajar
bahasa merupakan suatu proses meningkatkan kompetensi kebahasaan dan kompetensi
performansi komunikasi berdasarkan kompetensi (pengetahuan dan pengajaran)
pembelajar. Dalam proses tersebut harus mengacu kepada kompetensi strategi
produktif, kompetensi mekanisme psikofisik, dan kompetensi pemilihan konteks.
Sistem pengajaran formal di sekolah tentu saja dalam
konteks pembelajaran bahasa yang pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat
keterpelajaran masukan bahasa hanya merupakan salah satu variabel. Variabel
lain yang patut dilihat antara lain ialah variabel pajanan (exposure),
usia si pembelajar, dan tingkat akulturasi (Krashen dalam Muliawati, 2013:31).
Pembelajaran bahasa kedua melibatkan pemindahan
kendali beberapa bentuk pada saat yang tepat ke dalam pemrosesan otomatis
sejumlah bentuk bahasa yang relatif tidak terbatas. Menganalisis bahasa secara
berlebihan, terlalu memikirkan bentuk-bentuk bahasa, dan secara sadar
berlama-lama pada kaidah dan aturan-aturan bahasa cenderung menghambat
peningkatan ke arah otomatisitas (Muliawati, 2013:31).
Menurut Mulyono dkk (2013:3) di dalam teori
pemerolehan bahasa kedua disebutkan bahwa seorang pembelajar bahasa menunjukkan
urutan dan tahapan perkembangan pemerolehan bahasa kedua. Kesalahan dipandang
sebagai salah satu bukti tahapan perkembangan pemerolehan bahasa keduanya.
Kesalahan menunjukkan tingkat kemajuan dari proses pemerolehan bahasa kedua.
Kesalahan mempunyai arti penting dalam studi pemerolehan bahasa kedua.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, bahasa
kedua adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa pertama (bahasa ibu).
Belajar bahasa kedua diartikan sebagai cara seseorang mempelajari sebuah bahasa
selain bahasa ibu mereka itu baik di dalam maupun di luar ruangan, baik belajar
formal maupun belajar informal.
4.
Pengaruh
Perkembangan Kecakapan Bahasa Kedua terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia yang
Baik dan Benar di Kalangan Pelajar
Keanekaragaman budaya dan bahasa
daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh
seseorang pada tahapan berikutnya, khususnya bahasa formal atau resmi yaitu
bahasa Indonesia. Sebagai contoh, seorang anak memiliki ibu yang berasal dari
daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini
hidup di lingkungan orang Palembang. Dalam mengucapkan sebuah kata misalnya
“mengapa”, sang ibu yang berasal dari Sekayu mengucapkannya ngape (e dibaca
kuat) sedangkan bapaknya yang dari Pagaralam mengucapkannya ngape (e dibaca
lemah) dan di lingkungannya kata “mengapa” diucapkan ngapo. Ketika sang anak
mulai bersekolah, ia mendapat seorang teman yang berasal dari Jawa dan
mengucapkan “mengapa” dengan ngopo. Hal ini dapat menimbulkan kebinggungan bagi
sang anak untuk memilih ucapan apa yang akan digunakan.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri
bahwa keanekaragaman budaya dan bahasa daerah merupakan keunikan tersendiri
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang harus dilestarikan. Dengan
keanekaragaman ini akan mencirikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan
kebudayaannya. Berbedannya bahasa di tiap-tiap daerah menandakan identitas dan
ciri khas masing-masing daerah. Masyarakat yang merantau ke ibukota Jakarta
mungkin lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah dengan
orang berasal dari daerah yang sama, salah satunya dikarenakan agar menambah
keakraban diantara mereka. Tidak jarang pula orang mempelajari sedikit atau
hanya bisa-bisaan untuk berbahasa daerah yang tidak dikuasainya agar terjadi
suasana yang lebih akrab. Beberapa kata dari bahasa daerah juga diserap menjadi
Bahasa Indonesia yang baku, antara lain kata nyeri (Sunda) dan kiat
(Minangkabau).
Berikut beberapa pengaruh atau
dampak bahasa daerah terhadap perkembangan kecakapan bahasa kedua
terhadap penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar di kalangan pelajar.
1.
Dampak positif
a.
Bahasa Indonesia memiliki banyak kosakata.
b.
Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
c.
Sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan
daerah.
d.
Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.
2.
Dampak Negatif
a.
Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah
lain.
b.
Warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia
menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata.
c.
Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan
bahasa Indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah.
d.
Dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Indah (2012:7) menjelaskan kemampuan berkomunikasi
ditunjang dari proses pemerolehan kecakapan berbahasa. Kompleksitas bahasa
menuntut akumulasi pemerolehan yang juga berkesinambungan dari tataran
tersederhana hingga yang membutuhkan gabungan kemampuan berbahasa dan
bersosialisasi.
Menurut Field (dalam Indah, 2012:4), pemerolehan
bahasa selain penguasaan bahasa ibu atau bahasa pertama disebut bahasa kedua,
ketiga dan seterusnya. Dalam masyarakat Jawa misalnya, bahasa Indonesia disebut
sebagai bahasa kedua jika anak dibesarkan dalam komunitas wicara bahasa Jawa.
Pemerolehan bahasa lebih baik jika diawali sejak dini. Mc Laughin dan Genesee,
pakar psikolinguistik, berpendapat bahwa anak akan lebih cepat belajar bahasa
tanpa kesukaran dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu Eric H. Lennenberg,
seorang pakar neurolinguistik, juga menegaskan bahwa kondisi otak mendukung
pendapat tersebut. Sebelum masa pubertas, otak atau daya pikir anak lebih
lentur dan plastis sehingga dapat diajari bahasa apapun dengan lebih mudah.
Daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis, cukup dengan selfexposure
atau dilibatkan dalam komunikasi partisipatif dalam bahasa target. Pasca
pubertas kelenturan ini akan berkurang dan pencapaiannya tidak maksimal.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi bagi bangsa
dan negara Indonesia telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan dan tulis
dalam hubungan formal dan informal. Di samping sebagai alat komunikasi bahasa
Indonesia juga berfungsi sebagai alat pemersatu dan kebanggaan bagi bangsa
Indonesia. Pemerintah iNdonesia selalu berusaha agar bahasa Indonesia tetap
eksis. Usaha yang dilakukan pemerintah ialah menetapkan keberadaan bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi resmi bangsa Indonesia yang dipergunakan
diseluruh nusantara.pemerintah juga berusaha mengembangkan agar bahasa
Indonesia menjadi bahasa modern yang sejajar dengan bahasa modern bahasa lain
di dunia internasional (Dainum, 2014:11)
Di Indonesia banyak sekali pelajar yang penggunaan bahasa
Indonesia nya salah, misalnya bahasa daerah yang diubah menjadi bahasa
Indonesia, sehingga terdengar seperti bahasa Indonesia yang mempunyai logat
daerah dan itu bukanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pelajar cenderung
lebih sering memakai bahasa daerah yang diindonesiakan daripada menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini dikarenakan supaya mereka bisa
lebih leluasa dalam berkomunikasi dengan teman-teman yang lain dan hal ini
membuat mulai lunturnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh
orang-orang khususnya di kalangan pelajar.
Orang tua berkewajiban untuk mengajarkan penggunaan bahasa
yang baik dan benar kepada anak sejak kecil. Penggunaan bahasa yang baik dapat
mempermudah dalam menyampaikan informasi. Di dalam kehidupan sehari-hari
seharusnya digunakan tata bahasa yang baik dan benar supaya masyarakat
khususnya pelajar terbiasa untuk berkomunikasi secara lebih efektif. Adanya
bahasa daerah yang diindonesiakan juga sangat mempengaruhi etika seseorang
dalam berkomunikasi.
Kata-kata yang digunakan dalam berbicara seseorang dapat
mencerminkan kemampuan berpikir dan tingkat kepribadiannya. Kepribadian
seseorang yang baik dapat memilih apa saja yang harus diucapkan dan
dibicarakan. Tidak berlebihan jika seseorang yang pandai berbahasa Indonesia,
ia akan merasa diterima dan dihargai oleh berbagai kalangan. Ada beberapa
solusi yang dapat meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
yaitu, menyadarkan dan memotivasi pelajar akan fungsi dan pentingnya bahasa
yang baku. Selanjutnya, hal ini juga membutuhkan suatu upaya pembiasaan,
artinya, pelajar dilatih untuk berbahasa secara tepat, baik secara lisan maupun
tulis setiap saat setidaknya selama berada di lingkungan sekolah. Pembiasaan
ini akan sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa pada pelajar.
Proses penyadaran dan pembiasaan tidak kalah penting, hal ini akan menimbulkan
keinginan pelajar untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar.
D.
Penutup
Pelajar merupakan anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan
baik pendidikan informal,
pendidikan formal
maupun pendidikan nonformal,
pada jenjang pendidikan
dan jenis pendidikan
tertentu. Pelajar adalah orang yang akan membawa bangsa Indonesia ke arah yang
lebih baik. Salah satu caranya adalah dengan bahasa, yaitu menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam
berkomunikasi, yaitu sebagai alat komunikasi yang paling utama. Untuk itu,
sangat dianjurkan supaya masyarakat dan pelajar menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Berbahasa yang baik dan benar dapat diartikan sebagai
pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang mengikuti kaidah
bahasa yang berlaku.
Banyaknya pelajar
Indonesia yang menggunakan bahasa kedua atau bahasa ibu dalam komunikasinya
sehari-hari di dalam kelas adalah penyimpangan dari penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bahasa Indonesia. Tentu saja ini akan berdampak lunturnya atau hilangnya bahasa
Indonesia dalam pemakaiannya di masyarakat terutama kalangan pelajar. Masyarakat
Indonesia khususnya para pelajar, sudah banyak kesulitan dalam berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Perubahan tersebut
terjadi dikarenakan adanya penyimpangan penggunaan bahasa, seperti penggunaan
bahasa kedua yang pemakaiannya tidak tepat.
Bahasa kedua secara
umum diperoleh setelah seseorang sudah memperoleh bahasa pertamanya. Belajar
bahasa kedua diartikan sebagai cara seseorang mempelajari sebuah bahasa selain
bahasa ibu mereka itu baik di dalam maupun di luar ruangan, baik belajar formal
maupun belajar informal. Dalam konteks ini bahasa kedua yang dimaksud adalah
bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia.
Sebagai warga Indonesia
khususnya pelajar sudah selayaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Jadi, menggunakan bahasa yang baik (tepat) tidak termasuk bahasa yang
benar. Sebaliknya, seseorang mungkin berbahasa yang benar yang tidak baik
penerapannya karena suasananya menurut ragam yang lain. Anjuran agar kita
berbahasa yang baik dan benar dapat diartikan sebagai pemakaian ragam bahasa
yang serasi dengan sasarannya dan yang mengikuti kaidah bahasa yang benar.
Banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan bahasa pertama
sebagai bahasa komunikasi adalah hal yang baik agar kelestarian bahasa daerah
tetap bertahan dan tidak punah. Akan tetapi, karena terlalu sering menggunkan
bahasa daerah, kebanyakan orang khususnya pelajar jadi tidak bisa menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kebanyakan pelajar sekarang, terbiasa
menggunakan bahasa daerah yang diindonesiakan sehingga terdengar seperti bahasa
Indonesia yang berdialek bahasa daerah. Hal ini merupakan penyimpangan dari
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh sebab itu, ini dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Tentu saja ini akan
berdampak lunturnya atau hilangnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya di masyarakat
terutama kalangan pelajar. Masyarakat Indonesia khususnya para
pelajar, sudah banyak kesulitan dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Keberadaan bahasa daerah yang dindonesiakan
memang sangat mengganggu eksistensi bahasa Indonesia. Banyak pelajar yang sudah
tidak mengindahkan dan tidak lagi mengenal bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
Sebaiknya pelajar jangan berlebihan dalam menggunakan bahasa
Indonesia yang tidak sesuai kaidah. Pelajar hendaknya membudidayakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar dan meningkatkan kembali eksistensinya di kalangan remaja. Orang
tua dan pendidik mempunyai tugas untuk menyadarkan dan memotivasikan remaja
akan fungsi dan pentingnya bahasa yang baku. Proses penyadaran dan pembiasaan
tidak kalah penting, hal ini membutuhkan suatu kekuatan atau sanksi yang
mengikat, misalnya tugas menuliskan suatu artikel atau karangan dengan bahasa
yang baku. Hal ini akan menimbulkan keinginan remaja untuk mempelajari bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Menggunakan bahasa daerah yang diindonesiakan boleh saja,
akan tetapi jangan sampai menghilangkan budaya berbahasa Indonesia yang baik
dan benar. Karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi kenegaraan dan
lambang dari identitas nasional, yang kedudukannya tercantum dalam Sumpah
Pemuda dan UUD 1945.
Daftar
Rujukan
Dainum.
2014. Pembelajaran Bahasa Indonesia pada
Era Globalisasi. Jurnal Bahasa dan Seni. Vol. 14, No. 1. ejournal.unp.ac.id/index.php/bahasaseni/article/download/3944/3177.
(Diunduh 2 Juni 2016).
Ghazali,
Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif
Interaktif. Bandung: Refika Aditama.
Indah,
Nur Rohmani. 2012. Proses Pemerolehan
Bahasa: Dari Kemampuan Hingga Kekurangmampuan Berbahasa. http://citation.itb.ac.id/pdf/JURNAL/JURNAL%20LINGUA/VOL%201%20No.1%20JUNI%202006/PROSES%20PEMEROLEHAN%20BAHASA.pdf. (Diunduh 2 Juni 2016).
Indihadi,
Dian. 2010. Tahap Pengajaran Bahasa Kedua.
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/7_BBM_5.pdf.
(Diunduh 2 Juni 2016).
Khuroidah,
A. 2013. Kecendrungan Perilaku Bullying
Siswa. digilib.uinsby.ac.id/10711/.
(Diunduh 2 Juni 2016).
Muliawati,
Hesti. 2015. Pemerolehan dan Pembelajaran
Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua Bagi Orang Asing Melalui Proses Attitude
dan Aptitude. Deiksis Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia . http://www.fkipunswagati.ac.id/ejournal/index.php/deiksis/article/view/48.
(Diunduh 2 Juni 2016).
Mulyono,
Slamet dkk. 2013. Analisis Kesalahan
Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Karangan Mahasiswa Penutur Bahasa Asing di
Universitas Sebelas Maret. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa Sastra
dan Pengajarannya. Vol. 2, No. 1. https://core.ac.uk/download/files/478/12346153.pdf.
(Diunduh 2 Juni 2016).
Musfiroh,
Tadkiroatun. 2016. Metode Pengajaran
Bahasa Kedua. http://www.tadkiroatun.com/wp-content/uploads/2015/12/BAB-VI-INTERNET-METODE-PEMBELAJARAN-BAHASA-KEDUA.pdf.
(Diunduh 2 Juni 2016).
Purba,
Andiopenta. 2013. Peranan Lingkungan
Bahasa dalam Pemerolehan Bahasa Kedua. Vol. 3, No. 1. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=144723&val=892&title=PERANAN%20LINGKUNGAN%20BAHASA%20DALAM%20PEMEROLEHAN%20BAHASA%20KEDUA. (Diunduh 2 Juni 2016).
Rahayu,
Arum Putri. 2015. Menumbuhkan Bahasa
Indonesia yang Baik dan Benar dalam Pendidikan dan Pengajaran. Jurnal
Paradigma. Vol. 2, No. 1. ejournal.kopertais4.or.id/index.php/paradigma/article/download/886/644.
(Diunduh 2 Juni 2016).