ASAL USUL NAMA DAERAH
SUNGAI TUTUNG
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi
tugas perkuliahan
Sastra Lama Indonesia
yang dibina oleh Yulianti
Rasyid, S.Pd.

DETA FITRIANITA
NIM 2013/1300820
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA
DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2014
Sungai Tutung
Pada masa dahulu
ada sebuah hutan belantara, di sana belum terlihat tanda-tanda kehidupan.
Kemudian, datanglah seorang pemuda dari pulau Jawa tepatnya dari kerajaan Mataram
yang bernama Tublawo. Di dalam perjalanannya yang menyusuri hutan belantara, ia
sempat singgah di Pagaruyung. Setelah itu, ia terus menyusuri hutan yang
memebawanya sampai ke alam yang bernama Kerinci. setelah menginjakkan kaki di Kerinci,
ia kemuadian melihat ada pancaran cahaya yang sangat terang seperti kilat,
sehingga membuatnya tertarik untuk mengikuti arah cahaya tersebut. Rasa penasarannya
terhadap cahaya itu membuat Tublawo sampai ke bagian kecil daerah yang ada di Kerinci,
yaitu tepatnya di Sungai Tutung. Sesampainya Tublawo di Sungai Tutung, ia menemukan
seekor rusa. Kemudian rusa itu dijadikannya sebagai pengisi perut untuk mengusir
rasa lapar yang ada dalam dirinya dikarenakan lelah telah berjalan menyusuri
hutan belantara itu. Karena keadaan itu ia memutuskan untuk beristirahat dan
tinggal sementara waktu di tempat tersebut.
Setelah tinggal
beberapa waktu di daerah Sungai Tutung, pemuda yang bernama Tublawo berjalan menyusuri
sekitar tempat itu. Kemudian. ia bertemu dengan Sri Bungo Padi dan Dayang Indah
Bungo Alam. Berawal dari pertemuan itu, lalu ia memutuskan untuk menikah dengan
Sri Bungo Padi dan Dayang Indah Bungo Alam.
Setelah pernikahan,
lalu ia menurunkan keturunan-keturunannya. Pada waktu itu ia tinggal di daerah
yang bernama koto tinggi, di pinggiran sungai. Di daerah tempat tinggalnya di
pinggiran sungai tersebut ditumbuhi oleh bambu betung. Oleh karena itu, dahulu Sungai
Tutung disebut dengan nama “Sungai Betung”. Setelah beberapa lama seiring
dengan perkembangan penduduk terbentuklah sebuah dusun dan kemudian berkembang
menjadi desa. Sejak berdirinya desa maka daerah yang banyak ditumbuhi bambu betung
ini dinamakanlah dengan Sungai Tutung.
Setelah lama
tinggal di daerah Sungai Tutung, Tublawo dijuluki dengan nama “Nek Ji/Nek
Keramah (keramat)”, tetapi lebih dikenal dengan sebutan “Nek Ji”, sampai saat
ini nama “Nek Ji” masih populer dan namanya masih sering didengar. Dinamakan “Nek
Ji” karena ia bisa pulang pergi ke Makkah dalam waktu yang sangat singkat yaitu
tidak sampai sehari. Misalnya, ia salat Jumat di Makkah dan salat asar di
Sungai Tutung. Maka dari itulah Tublawo di sebut dengan nama “Nek Ji”.
Setelah
perkembangan anak cucunya, ia kemudian mengangkat anak cucunya itu menjadi
pimpinan yang disebut dengan depati
dan ninik mamak untuk memimpin dan
mengatur anak cucunya masing-masing. Depati
dan ninik mamak tersebut berkumpul
untuk “bersatu sepucuk ke atas seurat ke bawah” yang artinya berdiri sama
tinggi, duduk sama rendah. Kumpulan tersebut dinamakan dengan empat luhah permenti nan bertujuh. Sampai
sekarang tetap disebut dengan empat luhah
permenti nan bertujuh.
Menurut informan,
luhah permenti nan bertujuh terdiri
dari berbagai luhah, yaitu, luhah rajo mudo; luhah sko brajo; luhah
depati mudo; dan luhah depati riang. empat
luhah permenti nan bertujuh sudah ada sekitar 600 tahun yang lalu. Informan
mendengar ceita ini berdasarkan keterangan lisan dari dahulu, namun informan
juga mengatakan bahwa cerita yang lebih jelas didengarnya dari sang ayah yang
saat itu merupakan ketua adat daerah Sungai Tutung.
Saya sebagai pengumpul, mengklasifikasikan asal usul
Sungai Tutung ini ke dalam legenda, karena cerita ini dipercayai masyarakat
setempat dan dianggap benar-benar terjadi. Dari cerita ini terlihat bahwa “Nek
Ji” merupakan orang pertama yang mengemukakan istilah Sungai Betung yang sekarang disebut dengan nama Sungai Tutung. Sebagai bukti, sampai
sekarang dapat dilihat bahwa adanya peninggalan sejarah yang dinamakan dengan pusaka atau pasko oleh masyarakat setempat yang terletak di rumah gedang yang berusia sekitar 600
tahun.
Nama: Nisyafriadi, S.P., Rio. (ketua adat Desa Sungai Tutung)
Alamat: Sungai
Tutung, Kerinci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar